Tampilkan postingan dengan label Hematology. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hematology. Tampilkan semua postingan

Rabu, 29 Agustus 2012

Ditemukan Sel Darah Merah Manusia Tertua.

Sel darah merah yang ada di tubuh manusia es Ötzi diperkirakan adalah yang tertua di dunia. Ötzi adalah mumi berusia 5300 tahun yang ditemukan di Pegunungan Alpen pada 1991.
Mumi manusia es bernama Ötzi yang ditemukan pada 1991 di gletser Bukit Schnal Italia dipamerkan di Museum Arkeologi Bolzano pada 2011. Ötzi adalah manusia es berusia 5300 tahun. Ia sempat hidup beberapa saat setelah punggungnya kena panah, kata ilmuwan pada hari Selasa, 1 Mei 2012, menggunakan teknologi forensik modern.

Selasa, 07 Agustus 2012

Hematopoiesis


Hematopoiesis, proses pembentukan sel darah, postnatal terjadi di red bone marrow (RBM). Pada janin, hematopoiesis berawal dari mesoderm, hepar, limpa, dan timus, lalu diambil alih oleh RBM di trimester akhir.
Red bone marrow merupakan jaringan ikat yang sangat tervaskularisasi yang terletak pada rongga-rongga mikroskopik diantara traberkula jaringan tulang spons. RBM terutama terdapat pada tulang aksial, pektoral, dan pelvis, dan pada epifisa proksimal dari humerus dan femur. Sekitar 0,005-0,1% sel-sel RBM merupakan derivasi dari mesenkim, yang dinamakanpluripotent stem cells atau hemositoblast. Sel-sel ini memiliki kapasitas untuk berkembang menjadi banyak tipe sel lain. Pada bayi yang baru lahir, seluruh bone marrow merupakan RBM yang aktif dalam produksi sel darah. Seiring dengan pertumbuhan individu, rata-rata produksi sel darah berkurang; RBM pada rongga medular tulang panjang menjadi tidak aktif dan digantikan oleh yellow bone marrow (YBM) yang merupakan sel-sel lemak. Pada kondisi-kondisi tertentu, seperti saat terjadi pendarahan, YBM dapat berubah menjadi RBM dengan ekstensi RBM kearah YBM, dan repopulasi YBM oleh pluripotent stem cells.

Stem cells pada RBM memperbanyak diri sendiri, berproliferasi, dan berdiferensiasi menjadi sel yang selanjutnya akan berkembang menjadi sel darah, makrofag, sel retikular, sel mast, dan adiposit. Sebagian stem cells juga membentuk osteoblast, chondroblast, dan sel-sel otot. Sel retikular memproduksi serabut retikular, yang membentuk stroma untuk menunjang sel-sel RBM. Saat sel darah selesai diproduksi di RBM, sel tersebut masuk ke sirkulasi darah melalui sinusoid (sinus), kapiler-kapiler yang membesar dan mengelilingi sel-sel dan serabut RBM. Terkecuali limfosit, sel-sel darah tidak membelah setelah meninggalkan RBM.

Untuk membentuk sel darah, pluripotent stem cells di RBM memproduksi 2 jenis stem cells lanjutan, yang memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi beberapa jenis sel. Sel-sel ini dinamakan myeloid stem cells dan lymphoid stem cells. Sel myeloid memulai perkembangannya di RBM, dan selanjutnya akan menghasilkan sel-sel darah merah, platelet, monosit, neutrofil, eosinofil, dan basofil. Sel lymphoid mulai berkembang di RBM dan mengakhiri perkembangannya di jaringan-jaringan limpatik; sel-sel ini akan membentuk limfosit.

Saat berlangsung hematopoiesis, beberapa sel myeloid berdiferensiasi menjadi sel progenitor. Sel myelod yang lain dan sel-sel lymphoid berkembang langsung menjadi sel prekursor. Sel-sel progenitor tidak lagi memiliki kemampuan untuk memperbanyak dirinya sendiri, dan sebagai gantinya membentuk elemen darah yang lebih spesifik.Pada tahap selanjutnya, sel-sel ini dinamakan sel prekursor, dikenal juga dengan sebutanblast. Melalui beberapa tahap pembelahan, sel-sel ini berkembang menjadi sel darah yang sebenarnya. Sebagai contoh, monoblast berkembang menjadi monosit, myeloblast eosinofilik berkembang menjadi eosinofil, dan seterusnya. Sel prekursor dapat dikenali dan dibedakan gambaran mikroskopisnya.

Beberapa hormon yang dinamakan faktor pertumbuhan hematopoietik (hematopoietic growth factors) meregulasi diferensiasi dan proliferasi dari sel progenitor. Eritropoietin atauEPO meningkatkan jumlah prekursor sel darah merah. EPO diproduksi oleh sel-sel ginjal yang terletak diantara tubulus-tubulus ginjal (sel intersisial peritubular). Dalam keadaan gagal ginjal, pelepasan EPO melambat dan produksi sel darah merah menjadi tidak adekuat.Trombopoietin atau TPO merupakan hormon yang diproduksi oleh hati yang menstimulasi pembentukan platelet (trombosit) dari megakariosit. Beberapa sitokin yang berbeda meregulasi perkembangan berbagai jenis sel darah. Sitokin merupakan glikoprotein kecil yang diproduksi oleh sel, seperti sel RBM, leukosit, makrofag, fibroblast, dan sel endotel. Sitokin umumnya bekerja sebagai hormon lokal (autokrin atau parakrin), yang menstimulasi proliferasi sel-sel progenitor di RBM dan meregulasi aktivitas sel yang berperan dalam pertahanan nonspesifik (seperti fagosit) dan respon imun (seperti sel B dan sel T). Dua keluarga penting sitokin yang menstimulasi pembentukan sel darah putih adalah colony-stimulating factors (CSFs) dan interleukin.

Minggu, 08 Juli 2012

DARAH

Darah adalah jaringan tubuh yang kompleks dan terdiri dari :


1. KOMPONEN SEL :

Sel darah merah yang disebut ERITROSIT.
Sel darah putih yang disebut LEKOSIT.
Pecahan dari sel yang disebut TROMBOSIT.


2. KOMPONEN CAIR :
PLASMA, terdiri dari :

92% air dan garam, 6% protein yang meliputi : albumin, globulin, factor pembekuan darah dan transport protein dan 2% lemak.

SEL DARAH MERAH ( ERITROSIT )

      Dibuat sisalam SUMSU
M TULANG san prosesnya disebut : ERITROPHOESIS selanjutnya masuk kedalam aliran darah tepi. Didalam aliran darah tepi sel darah merah akan kehilangan intinya, dan ini merupakan satu-satunya sel dalam tubuh yang tidak berinti. Dengan hilangnya inti tersebut, sel akan berbentuk BIKONKAV, dan ini merupakan suatu keuntungan arena sel darah merah menjadi lebih fleksibel. Sel darah merah mengandung hemoglobin didalamnya ( 95% ), dan ini yang memberikan warna merah. Fungsi sel darah merah ini adalah untuk mengangkut O2 dan CO2 dari dank e jaringan tubuh.

      Dalam aliran darah, eritrosit ini hanya berumur 120 hari, dan setelah itu dipecah dalam jaringan RES ( Reticulo Endothelial System ), menjadi ionFe, protein ( globin ) dan bilirubin. Ion Fe dan globin akan dipakai lagi untuk pembentukn sel eritrosit selanjutnya, sedangkan bilirubin akan dibuang keluar tubuh.

Nilai normal

Eritrosit :laki-laki 4.330.000 - 5.950.000/mm3 dan perempuan 3.900.000 - 4.820.000/mm3
Hemoglobin ( Hb ) : laki-laki 13,4 - 17,7 gr% dan perempuan 11,4 – 15,1 gr%
Kelainan :
Eritrosit : bentuk : target sel, oval sel, sickle sel, dsb.
Jumlah : Bila meningkat disebut ERITROSIS
Bila menurun disebut ERITTROPHENA.
Hemoglobin : Bila meningkat disebut : POLICITHEMIA.
Bila menurun disebut : ANEMIA

SEL DARAH PUTIH( LEKOSIT )

Dibuat juga dalam SUMSUM TULANG, dan prosesnya dinamakan : LEKOPHOESIS.
Fungsi lekosit adalah untuk pertahanan dan kekebalan tubuh.Terdiri dari :


1. Poli Morpho Nuclear Granulosit ( PMN GRANULOSIT ).Usianya hanya beberapa jam hungga hari. Dengan cat Romanowsky, reaksi granula dibagi menjadi :
a. NEUTROPHIL : Stab/Segmen
b. EUSINOPHIL.
c. BASOPHIL.

2. Lymphosit
Dibuat disumsum tulang dan kelenjar thymus Beredar dipembuluh darah, pembuluh lymphe dan lien.Usianya :  Tahun, sebagai memori sel. Ada 2 jenis : T dan B lymphosit.

3. Monosit.
Memphagosit mikro organisme dan sel tumor.Menghasilkan : komplemen, prostaglandin, interferon, dsb.

Nilai Normal :
4700 – 10.300/mm3 (pria )
4300 – 11.300/mm3 ( wanita ).
Bila meningkat disebut LEKOSITOSIS
Bila menurun disebut LEKOPHENI.

TROMBOSIT ( PLATELET )

Berasal dari pecahan sel megakariosit dalam sumsum tiulang, kemudian masuk kedalam aliran darah. Berfungsi pada system pembekuan darah.
Usianya sekitar 10 hari.

Nilai Normal : 150.000 – 350.000/mm3

Bila meningkat disebut : TROMBOSITOSIS.
 
Bila menurun disebut : TROMBOPHENI.

ALBUMIN
Dioreduksi oleh HEPAR
Fungsinya : 1.Mempertahankan tekanan osmotic plasma ,sehingga cairan dan solute tetap berada dalam pembulu darah.Apabila kadar albumin dalam darah munurun maka tekanan osmotic dalam plasma akan  menurun sehingga cairan akan keluar lewat dinding pembuluh darah dan terjadilah OEDEM. 2.Sebagai alat transponasi beberapa harmon dan hasil metabolic dalam pemburuh darah.

IMMUNOGLOBULIN :( lg/ANTIBODI )

Ada 5 macam immunologlobulin : lgA ,lgG ,lgM ,lgD ,lgE
Diproduksi oleh liver , B Lymphosit,dan plasma sel.
Fungsinya sebagai pertahanan tubuh ,dengan mengikatkan diri pada kuman dan menarik macrophage untuk melakukan pagositosis.

FAKTOR PEMBEKUAN DARAH.

Terdiri dari 12 macam factor.
Dibuat didalam liver.
Bila kadarnya menurun dapat berakibat pendarahan, misalnya : defisiensi F.VIII yang dikenal dengan penyakit HEMOPILIA.

TRANSPORT PROTEIN.

Pemberian nama protein ini menurut bahan yang diangkutnya, misalnya :
LIPOPROTEIN yang diangkut : lemak.
TRANSCOBALAMIN yang diangkut : vitamin B 12.
TRANSFERIN yang diangkut : ion Fe.
PEMERIKSAAN DARAH.

Yang termasuk pemeriksaan DARAH LENGKAP ( DL ) atau pemeriksaan darah rutin adalah :
1.Pemeriksaan Laju Endap Darah ( LED ).
2.Pemeriksaan Kadar Hemoglobin ( Hb ).
3.Hitung jumlah lekosit.
4.Hitung jumlah Trombosit. ( tergantung permintaan )
5.Hitung jenis Lekosit. ( Differential Count )

Pemeriksaan darah yang lain diantaranya adalah :
1. Hitung jumlah eritrosit.
2. Pemeriksaan golongan darah/rhesus.

PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH ( LED )

1. CARA wintrobe :
Darah EDTA dihisap kedalam tabung wintrobe hingga titik nol.
Setelah 60 menit dilakukan pembacaan.
Normal : 10mm/jam.
Tabung wintrobe : panjang 120mm, diameter 2,5mm, skala 0 – 100 dari atas kebawah dan sebaliknya.
2. cara WESTERGREEN :
Darah EDTA diyambah larutan PZ ( 4 vol drh + 1 vol PZ )
Setelah 60 menit dilakukan pembacaan.
Normal : 2 – 13mm/jam ( pria )
2 – 20mm/jam ( wanita )
Tabung westergreen : panjang 300mm, diameter < 2,5mm, skala 0 – 200mm.
Lebih sensitive karena tabung panjang dan sempit.

PEMERIKSAAN KADAR HEMOGLOBIN ( Hb )

1. CYANMETH Hb
Darah larutan Drabkins dan dibaca dengan fotometer dilaborat. Merupakan cara pengukuran yang STANDARD, sebab semua jenis Hb terukur, kecuali HbS ( Sulf Hb ).

2. SAHLI
Darah dicampur dengan 0,1 N Hel akan membentuk asam hematin yang sesuai dengan kadar hemoglobin. Setelah dicampur rata tunggu 3 – 5 menit, kemudian beri aquadest hingga warna coklatnya sama dengan blok warna yang ada. Permukaan aquadest sesuai dengan kadar Hb.
Besarnya kesalahan : 5 – 10 % dan sebagai sumber kesalahan adalah : volume darah yang kurang tepat, kadar Hel yang tidak tepat, campuran darah dan Hel yang tidak ditunggu 3 – 5 menit, dan blok warna indicator yang telah lama membutuhkan kalibrasi.

PENGHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT, LEKOSIT, DAN TROMBOSIT.

ERI LEKO TROMBO
Pipet : pipet erotrosit pipet lekosit pipet eritrosit
Pelarut: Hayem Turk Reesecker.
Pengenceran : 200 kali 20 kali 200 kali
(0,5
101) (0,511) ( 0,510)
Perhitungan : 10.000 N/mm3 50
N/mm3 500 N/mm3
Pembesaran : 40 kali 10 kali 40 kali

HITUNG JENIS LEKOSIT.

Dibuat hapusan darah terlebih dahulu. Syarat hapusan darah yang baik :
Panjang hapusan 1/3-2/3 panjang kaca.
Ada bagian yang tipis untuk pemeriksaan.
Tapi hapusan tidak boleh berlubang dan bergaris.
Lekosit harus tersebar rata.Eritrosit tidak saling bertumpukan.

Nilai Normal : Eo / Ba / Stab / Seg / Ly / Mo.
1-3 0-1 2-6 50-70 20-40 2-8 %

Sabtu, 07 Juli 2012

Indeks Eritrosit


Indeks eritrosit adalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin eritrosit. Istilah lain untuk indeks eritrosit adalah indeks kospouskuler. Indeks eritrosit terdiri atas : isi/volume atau ukuran eritrosit (MCV : mean corpuscular volume atau volume eritrosit rata-rata), berat (MCH : mean corpuscular hemoglobin atau hemoglobin eritrosit rata-rata), konsentrasi (MCHC : mean corpuscular hemoglobin concentration atau kadar hemoglobin eritrosit rata-rata), dan perbedaan ukuran (RDW : RBC distribution width atau luas distribusi eritrosit). Indeks eritrosit dipergunakan secara luas dalam mengklasifikasi anemia atau sebagai penunjang dalam membedakan berbagai macam anemia.

Indeks eritrosit dapat ditetapkan dengan dua metode, yaitu manual dan elektronik (automatik) menggunakan hematology analyzer. Untuk dapat menghitung indeks eritrosit secara manual diperlukan data kadar hemoglobin, hematokrit/PCV dan hitung eritrosit.


Volume eritrosit rata-rata (VER) atau mean corpuscular volume (MCV)

MCV mengindikasikan ukuran eritrosit : mikrositik (ukuran kecil), normositik (ukuran normal), dan makrositik (ukuran besar). Nilai MCV diperoleh dengan mengalikan hematokrit 10 kali lalu membaginya dengan hitung eritrosit.

MCV = (hematokrit x 10) : hitung eritrosit

Nilai rujukan :
Dewasa : 80 - 100 fL (baca femtoliter)
Bayi baru lahir : 98 - 122 fL
Anak usia 1-3 tahun : 73 - 101 fL
Anak usia 4-5 tahun : 72 - 88 fL
Anak usia 6-10 tahun : 69 - 93 fL

Masalah klinis :
Penurunan nilai : anemia mikrositik, anemia defisiensi besi (ADB), malignansi, artritis reumatoid, hemoglobinopati (talasemia, anemia sel sabit, hemoglobin C), keracunan timbal, radiasi.
Peningkatan nilai : anemia makrositik, aplastik, hemolitik, pernisiosa; penyakit hati kronis; hipotiroidisme (miksedema); pengaruh obat (defisiensi vit B12, antikonvulsan, antimetabolik)


Hemoglobin eritrosit rata-rata (HER) atau mean corpuscular hemoglobin (MCH). MCH mengindikasikan bobot hemoglobin di dalam eritrosit tanpa memperhatikan ukurannya. MCH diperoleh dengan mengalikan kadar Hb 10 kali, lalu membaginya dengan hitung eritrosit.

MCH = (hemoglobinx10) : hitung eritrosit

Nilai rujukan :
Dewasa : 26 - 34 pg (baca pikogram)
Bayi baru lahir : 33 - 41 pg
Anak usia 1-5 tahun : 23 - 31 pg
Anak usia 6-10 tahun : 22 - 34 pg
MCH dijumpai meningkat pada anemia makrositik-normokromik atau sferositosis, dan menurun pada anemia mikrositik-normokromik atau anemia mikrositik-hipokromik.


Kadar hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER) atau mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC)

MCHC mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume eritrosit. Penurunan nilai MCHC dijumpai pada anemia hipokromik, defisiensi zat besi serta talasemia. Nilai MCHC dihitung dari nilai MCH dan MCV atau dari hemoglobin dan hematokrit.

MCHC = ( MCH : MCV ) x 100 % atau MCHC = ( Hb : Hmt ) x 100 %

Nilai rujukan :
Dewasa : 32 - 36 %
Bayi baru lahir : 31 - 35 %
Anak usia 1.5 - 3 tahun : 26 - 34 %
Anak usia 5 - 10 tahun : 32 - 36 %

Luas distribusi eritrosit (RBCdistribution width) 

RDW adalah perbedaan ukuran (luas) dari eritrosit. RDW adalah pengukuran luas kurva distribusi ukuran pada histogram. Nilai RDW dapat diketahui dari hasil pemeriksaan darah lengkap (full blood count, FBC) dengan hematology analyzer. Nilai RDW berguna untuk memperkirakan terjadinya anemia dini, sebelum nilai MCV berubah dan sebelum terjadi tanda dan gejala.

Peningkatan nilai RDW dapat dijumpai pada : anemia defisiensi (zat besi, asam folat, vit B12), anemia hemolitik, anemia sel sabit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi temuan laboratorium : lihat penetapan kadar hemoglobin, hematokrit dan hitung eritrosit.

Jumat, 06 Juli 2012

Penetapan Kadar Hemoglobin




Hemoglobin merupakan protein yang terdapat dalam sel darah merah atau eritrosit, yang memberi warna merah pada darah. Hemoglobin terdiri atas zat besi yang merupakan pembawa oksigen. Kadar hemoglobin dapat ditetapkan dengan berbagai cara, antara lain metode Sahli, oksihemoglobin atau sianmethhemoglobin.

Metode Sahli tidak dianjurkan karena memiliki kesalahan yang besar, alatnya tidak dapat distandardisasi, dan tidak semua jenis hemoglobin dapat diukur, seperti sulfhemoglobin, methemoglobin dan karboksihemoglobin. Dua metode yang lain (oksihemoglobin dan sianmethemoglobin) dapat diterima dalam hemoglobinometri klinik. Namun, dari dua metode tersebut, metode sianmethemoglobin adalah metode yang dianjurkan oleh International Commitee for Standardization in Hematology (ICSH) sebab selain mudah dilakukan juga mempunyai standar yang stabil dan hampir semua hemoglobin dapat terukur, kecuali sulfhemoglobin.



Dasar Penetapan

Penetapan Hb metode Sahli didasarkan atas pembentukan hematin asam setelah darah ditambah dengan larutan HCl 0.1N kemudian diencerkan dengan aquadest. Pengukuran secara visual dengan mencocokkan warna larutan sampel dengan warna batang gelas standar. Metode ini memiliki kesalahan sebesar 10-15%, sehingga tidak dapat untuk menghitung indeks eritrosit.

Penetapan kadar Hb metode oksihemoglobin didasarkan atas pembentukan oksihemoglobin setelah sampel darah ditambah larutan Natrium karbonat 0.1% atau Ammonium hidroksida. Kadar Hb ditentukan dengan mengukur intensitas warna yang terbentuk secara spektrofotometri pada panjang gelombang 540 nm. Metode ini tidak dipengaruhi oleh kadar bilirubin tetapi standar oksihemoglobin tidak stabil.

Metode sianmethemoglin didasarkan pada pembentukan sianmethemoglobin yang intensitas warnanya diukur secara fotometri. Reagen yang digunakan adalah larutan Drabkin yang mengandung Kalium ferisianida (K3Fe[CN]6) dan kalium sianida (KCN). Ferisianida mengubah besi pada hemoglobin dari bentuk ferro ke bentuk ferri menjadi methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan KCN membentuk pigmen yang stabil yaitu sianmethemoglobin. Intensitas warna yang terbentuk diukur secara fotometri pada panjang gelombang 540 nm.

Selain K3Fe[CN]6 dan KCN, larutan Drabkin juga mengandung kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) dan deterjen. Kalium dihidrogen fosfat berfungsi menstabilkan pH dimana rekasi dapat berlangsung sempurna pada saat yang tepat. Deterjen berfungsi mempercepat hemolisis darah serta mencegah kekeruhan yang terjadi oleh protein plasma.


Bahan Pemeriksaan

Bahan pemeriksaan yang digunakan untuk penetapan kadar hemoglobin (Hb) adalah darah kapiler atau darah EDTA.


Prosedur

Prosedur pemeriksaan yang akan dibicarakan di sini adalah prosedur yang menggunakan metode sianmethemoglobin. Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 5 ml larutan Drabkin lalu ditambah 20 ul sampel darah. Lakukan pencampuran dengan cara membolak-balikkan tabung beberapa kali. Diamkan pada suhu kamar selama 3-5 menit kemudian ukur intensitas warna dengan fotometer pada panjang gelombang 540 nm dengan blanko reagen.

Kadar Hb dapat dibaca pada kurve kalibrasi atau dihitung dengan menggunakan faktor, dimana kadar Hb = serapan x faktor. Kurve kalibrasi dan faktor telah dipersiapkan sebelumnya.


Membuat Kurva Kalibrasi dan Perhitungan Faktor

Sebelum melakukan penetapan kadar Hb, fotometer harus dikalibrasi dulu atau dihitung faktornya. Untuk keperluan tersebut disiapkan larutan standar Hemisianida (sianmethemoglobin) dan pengenceran larutan tersebut dalam larutan Drabkin. Kadar Hb dari larutan standar dapat dihitung dengan rumus = kadar hemisianida x 0.251 g/dl

Buatlah pengenceran larutan standar 100, 75, 50, 25 dan 0 %, sebagai blanko dengan larutan Drabkin. Setelah semua tercampur, biarkan 3-5 menit pada suhu kamar lalu baca serapan (absorbance atau optical density/OD) pada fotometer dengan panjang gelombang 540 nm. Buatlah kurvenya dengan kadar Hb sebagai absis dan serapan sebagai ordinat. Selanjutnya untuk menetapkan kadar Hb pasien tinggal memplotkan pada kurve kalibrasi.

Jika memilih menggunakan perhitungan faktor, maka jumlahkan dulu nilai serapan (= total OD) dan kadar Hb larutan standar (= total kadar) yang telah diencerkan 100, 75, 50, 25 dan 0 %. Faktor (F) = total OD : total kadar
Kadar Hb pasien = OD pasien x F

Fotometer saat ini telah banyak yang dirancang untuk dapat menghitung secara otomatis dimana kadar Hb yang diukur sudah langsung diketahui tanpa kita harus melakukan penghitungan secara manual.


Nilai Rujukan

Dewasa pria : 13.2 - 17.3 g/dl
Perempuan : 11.7 - 15.5 g/dl
Bayi baru lahir : 15.2 - 23.6 g/dl
Anak usia 1-3 tahun : 10.8 - 12.8 g/dl
Anak usia 4-5 tahun : 10.7 - 14.7 g/dl
Anak usia 6-10 tahun : 10.8 - 15.6 g/dl


Masalah Klinis
Penurunan kadar : anemia (defisiensi besi, aplastik, hemolitik, dsb), perdarahan hebat, leukemia, kanker (usus besar, usus halus, rektum, hati, tulang, dsb), thalasemia, penyakit ginjal, penyakit Hodgkin, kehamilan, sarkoidosis, kelebihan cairan intra-vena. Pengaruh obat : antibiotik (kloramfenikol [chloromycetin], penisilin, tetrasiklin), aspirin, antineoplastik, doksapram (dopram), derivat hidantoin, vitamin A dosis besar, hidralazin (Apresoline), indometasin (Indocin), inhibitor MAO, primakuin, rifampin, sulfonamid, trimetadion (Tridione)
Peningkatan kadar : dehidrasi/hemokonsentrasi, polisitemia, daerah dataran tinggi, chronic heart failure (CHF), luka bakar yang parah. Pengaruh obat : gentamisin, metildopa (Aldomet)

Faktor Yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium
Pengaruh obat (lihat keterangan di atas)
Mengambil darah pada tangan atau lengan yang terpasang cairan intra-vena menyebabkan darah terencerkan
Memasang turniket terlalu lama (lebih dari 1 menit) menyebabkan hemokonsentrasi
Tinggal di dataran tinggi menyebabkan peningkatan kadar Hb
Penurunan asupan atau kehilangan cairan akan meningkatkan kadar Hb akibat hemokonsentrasi, dan kelebihan asupan cairan akan mengurangi kadar Hb akibat hemodilusi

Penetapan Nilai Hematokrit


Penetapan Nilai Hematokrit




Hematokrit atau volume eritrosit yang dimampatkan (packed cell volume, PCV) adalah persentase volume eritrosit dalam darah yang dimampatkan dengan cara diputar pada kecepatan tertentu dan dalam waktu tertentu. Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk mengetahui konsentrasi eritrosit dalam darah.

Berdasarkan reprodusibilitas dan sederhananya, pemeriksaan ini paling dapat dipercaya di antara pemeriksaan yang lainnya, yaitu kadar hemoglobin dan hitung eritrosit. Dapat dipergunakan sebagai tes penyaring sederhana terhadap anemia.


Nilai hematokrit atau PCV dapat ditetapkan secara automatik menggunakan hematology analyzer atau secara manual. Metode pengukuran hematokrit secara manual dikenal ada 2, yaitu :
Metode makrohematokrit
Pada metode makro, sebanyak 1 ml sampel darah (darah EDTA atau heparin) dimasukkan dalam tabung Wintrobe yang berukuran panjang 110 mm dengan diameter 2.5-3.0 mm dan berskala 0-10 mm. Tabung kemudian disentrifus selama 30 menit dengan kecepatan 3.000 rpm. Tinggi kolom eritrosit adalah nilai hematokrit yang dinyatakan dalam %.
Metode mikrohematokrit
Pada metode mikro, sampel darah (darah kapiler, darah EDTA, darah heparin atau darah amonium-kalium-oksalat) dimasukkan dalam tabung kapiler yang mempunyai ukuran panjang 75 mm dengan diameter 1 mm. Tabung kapiler yang digunakan ada 2 macam, yaitu yang berisi heparin (bertanda merah) untuk sampel darah kapiler (langsung), dan yang tanpa antikoagulan (bertanda biru) untuk darah EDTA/heparin/amonium-kalium-oksalat.
Prosedur pemeriksaannya adalah : sampel darah dimasukkan ke dalam tabung kapiler sampai 2/3 volume tabung. Salah satu ujung tabung ditutup dengan dempul (clay) lalu disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 15.000 rpm. Tinggi kolom eritrosit diukur dengan alat pembaca hematokrit, nilainya dinyatakan dalam %.
Metode mikrohematokrit lebih banyak digunakan karena selain waktunya cukup singkat, sampel darah yang dibutuhkan juga sedikit dan dapat dipergunakan untuk sampel tanpa antikoagulan yang dapat diperoleh secara langsung.


Nilai Rujukan
Dewasa pria : 40 - 52 %
Dewasa wanita : 35 - 47 %
Bayi baru lahir : 44 - 72 %
Anak usia 1 - 3 tahun : 35 - 43 %
Anak usia 4 - 5 tahun : 31 - 43 %
Anak usia 6-10 tahun : 33 - 45 %

Masalah Klinis
Penurunan kadar : kehilangan darah akut, anemia (aplastik, hemolitik, defisiensi asam folat, pernisiosa, sideroblastik, sel sabit), leukemia (limfositik, mielositik, monositik), penyakit Hodgkin, limfosarkoma, malignansi organ, mieloma multipel, sirosis hati, malnutrisi protein, defisiensi vitamin (tiamin, vitamin C), fistula lambung atau duodenum, ulkus peptikum, gagal, ginjal kronis, kehamilan, SLE. Pengaruh obat : antineoplastik, antibiotik (kloramfenikol, penisilin), obat radioaktif.
Peningkatan kadar : dehidrasi/hipovolemia, diare berat, polisitemia vera, eritrositosis, diabetes asidosis, emfisema pulmonar tahap akhir, iskemia serebrum sementara, eklampsia, pembedahan, luka bakar.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
Jika sampel darah diambil pada daerah lengan yang terpasang jalur intra-vena, nilai hematokrit cenderung rendah karena terjadi hemodilusi.
Pemasangan tali turniket yang terlalu lama berpotensi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga nilai hematokrit bisa meningkat.
Pengambilan darah kapiler : tusukan kurang dalam sehingga volume yang diperoleh sedikit dan darah harus diperas-peras keluar, kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol sehingga darah terencerkan, terjadi bekuan dalam tetes darah karena lambat dalam bekerja.

Hitung Retikulosit



Hitung Retikulosit





Retikulosit adalah eritrosit muda yang sitoplasmanya masih mengandung sejumlah besar sisa-sisa ribosome dan RNA yang berasal dari sisa inti dari bentuk penuh pendahulunya. Ribosome mempunyai kemampuan untuk bereaksi dengan pewarna tertentu seperti brilliant cresyl blue atau new methylene blue untuk membentuk endapan granula atau filamen yang berwarna biru. Reaksi ini hanya terjadi pada pewarnaan terhadap sel yang masih hidup dan tidak difiksasi. Oleh karena itu disebut pewarnaan supravital. Retikulosit paling muda (imatur) adalah yang mengandung ribosome terbanyak, sebaliknya retikulosit tertua hanya mempunyai beberapa titik ribosome.


Pada pewarnaan Wright retikulosit tampak sebagai eritrosit yang berukuran lebih besar dan berwarna lebih biru daripada eritrosit. Retikulum terlihat sebagai bintik-bintik abnormal. Polikromatofilia yang menunjukkan warna kebiru-biruan dan bintik-bintik basofil pada eritrosit, sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosome tersebut.

Hitung retikulosit merupakan indikator aktivitas sumsum tulang dan digunakan untuk mendiagnosis anemia. Banyaknya retikulosit dalam darah tepi menggambarkan eritropoesis yang hampir akurat. Peningkatan jumlah retikulosit di darah tepi menggambarkan akselerasi produksi eritrosit dalam sumsum tulang. Sebaliknya, hitung retikulosit yang rendah terus-menerus dapat mengindikasikan keadan hipofungsi sumsum tulang atau anemia aplastik.


Metode

Hitung retikulosit umumnya menggunakan metode pewarnaan supravital. Sampel darah dicampur dengan larutan brilliant cresyl blue (BCB) atau new methylene blue maka ribosome akan terlihat sebagai filamen berwarna biru. Jumlah retikulosit dihitung per 1000 eritrosit dan dinyatakan dalam %, jadi hasilnya dibagi 10.

Pewarna yang digunakan memiliki formula sebagai berikut :
Brilliant Cresyl Blue (BCB) : brilliant cresyl blue 1.0 gr; NaCl 0.85% 99.0 ml. Saring larutan sebelum dipergunakan.
New methylene blue : NaCl 0.8 gr; kalium oksalat 1.4 gr; new methylene blue N 0.5 gr; aquadest 100 ml. Saring larutan sebelum dipergunakan.
Dianjurkan menggunaan new methylene blue, kesalahan metode ini pada nilai normal 25 %.

Sampel darah yang digunakan untuk hitung retikulosit adalah darah kapiler atau vena, dengan antikoagulan (EDTA) atau tanpa antikoagulan (segar).


Prosedur
Ke dalam tabung masukkan darah dan pewarna dengan perbandingan 1 : 1, campur baik-baik, biarkan selama 15 menit agar pewarnaannya sempurna.
Buatlah sediaan apus campuran itu, biarkan kering di udara.
Periksalah di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Eritrosit nampak biru muda dan retikulosit akan tampat sebagai sel yang mengadung granula/filamen yang berwarna biru. Bila kurang jelas waktu pewarnaannya diperpanjang atau dicounterstain (dicat lagi) dengan cat Wright.
Hitunglah jumlah retikulosit dalam 1000 sel eritrosit. Jika kesulitan menghitung, lakukan pengecilan medan penglihatan okuler dengan meletakkan kertas berlubang pada lensa okuler. Hitung retikulosit ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut :
Hitung retikulosit = ( jumlah retikulosit per 1000 eritrosit : 10 ) %


Nilai Rujukan
Dewasa : 0.5 - 1.5 %
Bayi baru lahir : 2.5 - 6.5 %
Bayi : 0.5 - 3.5 %
Anak : 0.5 - 2.0 %

Masalah Klinis
Penurunan jumlah : Anemia (pernisiosa, defisiensi asam folat, aplastik, terapi radiasi, pengaruh iradiasi sinar-X, hipofungsi adrenokortikal, hipofungsi hipofisis anterior, sirosis hati (alkohol menyupresi retikulosit)
Peningkatan jumlah : Anemia (hemolitik, sel sabit), talasemia mayor, perdarahan kronis, pasca perdarahan (3 - 4 hari), pengobatan anemia (defisiensi zat besi, vit B12, asam folat), leukemia, eritroblastosis fetalis (penyakit hemolitik pada bayi baru lahir), penyakit hemoglobin C dan D, kehamilan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi temuan hasil laboratorium :
Bila hematokritnya rendah maka perlu ditambahkan darah
Cat yang tidak disaring menyebabkan pengendapan cat pada sel-sel eritrosit sehingga terlihat seperti retikulosit
Menghitung di daerah yang terlalu padat
Peningkatan kadar glukose akan mengurangi pewarnaan

Fragilitas Osmotik Eritrosit

Fragilitas Osmotik Eritrosit

Bila eritrosit berada dalam larutan yang hipotonis, cairan yang kadar osmolalitasnya lebih rendah daripada plasma atau serum normal (kurang dari 280 mOsm/kg)

Uji fragilitas osmotik eritrosit (juga disebut resistensi osmotik eritrosit) dilakukan untuk mengukur kemampuan eritrosit menahan terjadinya hemolisis (destruksi eritrosit) dalam larutan yang hipotonis. Caranya adalah sebagi berikut : eritrosit dilarutkan dalam larutan salin dengan berbagai konsentrasi. Jika terjadi hemolisis pada larutan salin yang sedikit hipotonis, keadaan ini dinamakan peningkatan fragilitas eritrosit (=penurunan resistensi/daya tahan eritrosit), dan apabila hemolisis terjadi pada larutan salin yang sangat hipotonis, keadaan ini mengindikasikan penurunan fragilitas osmotik (=peningkatan resistensi eritrosit).

Hemoglobin keluar dari sel pada masing-masing tabung yang berisi larutan NaCl yang kadarnya berbeda-beda. Kadar Hb kemudian ditentukan secara fotokolorimetrik. Hasilnya dilaporkan dalam persentase (%) hemolisis. Kumpulan hasil-hasil hemolisis diplot dalam suatu kurva dibandingkan dengan data eritrosit normal. Pada keadaan peningkatan fragilitas, eritrosit biasanya berbentuk sferis, dan kurva tampak bergeser ke kanan. Sedangkan pada penurunan fragilitas, eritrosit berbentuk tipis dan rata, kurva tampak bergeser ke kiri.


Masalah Klinis
PENURUNAN FRAGILITAS : Talasemia mayor dan minor (anemia Mediterania atau anemia Cooley), anemia (defisiensi besi, defisiensi asam folat, defisiensi vit B6, sel sabit), penyakit hemoglobin C, polisitemia vera, post splenektomi, nekrosis hati akut dan sub akut, ikterik obstruktif.

PENINGKATAN FRAGILITAS : Sferositosis herediter, transfusi (inkompatibilitas ABO dan Rhesus), anemia hemolitik autoimun (AIHA), penyakit hemoglobin C, toksisitas obat atau zat kimia, leukemia limfositik kronis, luka bakar (termal).


Prosedur
Uji ini biasanya dilakukan pada sampel darah segar kurang dari 3 jam dan/atu sampel darah 24 jam yang diinkubasi pada suhu 37oC. Sampel darah yang digunakan berupa darah heparin atau darah “defibrinated”. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau minuman.

Pada pengujian ini dibuat larutan NaCl dengan konsentrasi yang berbeda. Penilaian hasil dengan metode fotokolorimetri (menggunakan alat fotometer atau spektrofotometer).

Sebelum melakukan pengujian, sediakan dulu larutan stock buffer NaCl 10% yang terbuat dari NaCl 9 gram, Na2HPO4 1,365 gram, dan NaH2PO4.H2O 0,215 gram. Bahan-bahan tersebut kemudian dilarutkan dengan aquadest sampai 100 ml. Sebelum digunakan untuk pemeriksaan, buatlah larutan pokok NaCl 1,0% dengan cara melarutkan 5,0 ml stock buffer saline 10% dengan aquadest hingga 50,0 ml. Selanjutnya lakukan pengujian sebagai berikut :
Sediakan 12 buah tabung lalu buatlah pengenceran bertingkat larutan NaCl dengan konsentrasi : 0,85%, 0,75%, 0,65%, 0,60%, 0,55%, 0,50%, 0,45%, 0,40%, 0,35%, 0,30%, 0,20% dan 0,10%, masing-masing sebanyak 5,0 ml. Larutan-larutan NaCl tersebut dibuat dari larutan pokok NaCl 1,0%.
Tambahkan ke dalam tabung-tabung itu masing-masing 50 µl sampel darah. Campur (homogenisasi) dengan cara membolak-balikkan tabung beberapa kali.
Inkubasikan selama 30 menit pada suhu kamar.
Campur (homogenisasi) lagi lalu pusingkan (centrifuge) tiap tabung tersebut selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm.
Ukur absorbans (OD) dari supernatant pada λ 540 nm dengan blanko supernatant tabung ke-1 (NaCl 0,85%).
Hitung % hemolisis dengan cara membagi absorbans (OD) sampel dengan absorbans (OD) tabung ke-12 dikalikan 100%.
Buat kurva dengan konsentrasi NaCl sebagai axis (x) dan % hemolisis sebagai ordinat (y). Bandingkanlah dengan kurva dari kontrol darah normal.


Nilai Normal

Permulaan hemolisis pada konsentrasi NaCl 0,40% - 0,45%

Hemolisis sempurna pada konsentrasi NaCl 0,30% - 0,35%

Persentase hemolisis dalam keadaan normal adalah :
97 - 100 % hemolisis dalam NaCl 0,30%
50 - 90 % hemolisis dalam NaCl 0,40%
5 - 45 % hemolisis dalam NaCl 0,45%
0 % hemolisis dalam NaCl 0,55%



Faktor yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium
pH plasma, suhu, konsentrasi glukosa, dan saturasi oksigen pada darah
Eritrosit yang berumur lama cenderung memiliki fragilitas osmotik yang tinggi
Sampel darah yang diambil lebih dari 3 jam dapat menunjukkan peningkatan fragilitas osmotik.

Hitung Trombosit


Hitung Trombosit

Trombosit adalah fragmen atau kepingan-kepingan tidak berinti dari sitoplasma megakariosit yang berukuran 1-4 mikron dan beredar dalam sirkulasi darah selama 10 hari. Gambaran mikroskopik dengan pewarnaan Wright – Giemsa, trombosit tampak sebagai sel kecil, tak berinti, bulat dengan sitoplasma berwarna biru-keabu-abuan pucat yang berisi granula merah-ungu yang tersebar merata.

Trombosit memiliki peran dalam sistem hemostasis, suatu mekanisme faali tubuh untuk melindungi diri terhadap kemungkinan perdarahan atau kehilangan darah. Fungsi utama trombosit adalah melindungi pembuluh darah terhadap kerusakan endotel akibat trauma-trauma kecil yang terjadi sehari-hari dan mengawali penyembuhan luka pada dinding pembuluh darah. Mereka membentuk sumbatan dengan jalan adhesi (perlekatan trombosit pada jaringan sub-endotel pada pembuluh darah yang luka) danagregasi (perlekatan antar sel trombosit).

Orang-orang dengan kelainan trombosit, baik kualitatif maupun kuantitatif, sering mengalami perdarahan-perdarahan kecil di kulit dan permukaan mukosa yang disebut ptechiae, dan tidak dapat mengehentikan perdarahan akibat luka yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Agar dapat berfungsi dengan baik, trombosit harus memadai dalam kuantitas (jumlah) dan kualitasnya. Pembentukan sumbat hemostatik akan berlangsung dengan normal jika jumlah trombosit memadai dan kemampuan trombosit untuk beradhesi dan beragregasi juga bagus.

Beberapa uji laboratorium yang digunakan untuk menilai kualitas trombosit adalah agregasi trombosit, retensi trombosit, retraksi bekuan, dan antibody anti trombosit. Sedangkan uji laboratorium untuk menilai kuantitas trombosit adalah masa perdarahan (bleeding time) dan hitung trombosit

Jumlah trombosit normal adalah 150.000 – 450.000 per mmk darah. Dikatakan trombositopenia ringan apabila jumlah trombosit antara 100.000 – 150.000 per mmk darah. Apabila jumlah trombosit kurang dari 60.000 per mmk darah maka akan cenderung terjadi perdarahan. Jika jumlah trombosit di atas 40.000 per mmk darah biasanya tidak terjadi perdarahan spontan, tetapi dapat terjadi perdarahan setelah trauma. Jika terjadi perdarahan spontan kemungkinan fungsi trombosit terganggu atau ada gangguan pembekuan darah. Bila jumlah trombosit kurang dari 40.000 per mmk darah, biasanya terjadi perdarahan spontan dan bila jumlahnya kurang dari 10.000 per mmk darah perdarahan akan lebih berat. Dilihat dari segi klinik, penurunan jumlah trombosit lebih memerlukan perhatian daripada kenaikannya (trombositosis) karena adanya resiko perdarahan.

Metode untuk menghitung trombombosit telah banyak dibuat dan jumlahnya jelas tergantung dari kenyataan bahwa sukar untuk menghitung sel-sel trombosit yang merupakan partikel kecil, mudah aglutinasi dan mudah pecah. Sukar membedakan trombosit dengan kotoran.

Hitung trombosit dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Metode secara langsung dengan menggunakan kamar hitung yaitu dengan mikroskop fase kontras dan mikroskop cahaya (Rees-Ecker) maupun secara otomatis. Metode yang dianjurkan adalah penghitungan dengan mikroskop fase kontras dan otomatis. Metode otomatis akhir-akhir ini banyak dilakukan karena bisa mengurangi subyektifitas pemeriksaan dan penampilan diagnostik alat ini cukup baik.

Hitung trombosit secara tidak langsung yaitu dengan menghitung jumlah trombosit pada sediaan apus darah yang telah diwarnai. Cara ini cukup sederhana, mudah dikerjakan, murah dan praktis. Keunggulan cara ini adalah dalam mengungkapkan ukuran dan morfologi trombosit, tetapi kekurangannya adalah bahwa perlekatan ke kaca obyek atau distribusi yang tidak merata di dalam apusan dapat menyebabkan perbedaan yang mencolok dalam perhitungan konsentrasi trombosit. Sebagai petunjuk praktis adalah bahwa hitung trombosit adekuat apabila apusan mengandung satu trombosit per duapuluh eritrosit, atau dua sampai tiga trombosit per lapang pandang besar (minyak imersi). Pemeriksaan apusan harus selalu dilakukan apabila hitung trombosit rendah karena penggumpalan trombosit dapat menyebabkan hitung trombosit rendah palsu.

Bahan pemeriksaan yang dianjurkan untuk pemeriksaan hitung trombosit adalah darah EDTA. Antikoagulan ini mencegah pembekuan darah dengan cara mengikat kalsium dan juga dapat menghambat agregasi trombosit.


Metode langsung (Rees Ecker)

Hitung trombosit secara langsung menggunakan kamar hitung yaitu dengan mikroskop cahaya. Pada hitung trombosit cara Rees-Ecker, darah diencerkan ke dalam larutan yang mengandung Brilliant Cresyl Blue sehingga trombosit tercat biru muda. Sel trombosit dihitung dengan menggunakan kamar hitung standar dan mikroskop. Secara mikroskopik trombosit tampak refraktil dan mengkilat berwarna biru muda/lila lebih kecil dari eritrosit serta berbentuk bulat, lonjong atau koma tersebar atau bergerombol. Cara ini memiliki kesalahan sebesar 16-25%, penyebabnya karena faktor teknik pengambilan sampel yang menyebabkan trombosit bergerombol sehingga sulit dihitung, pengenceran tidak akurat dan penyebaran trombosit yang tidak merata.


Metode fase-kontras

Pada hitung trombosit metode fase kontras, darah diencerkan ke dalam larutan ammonium oksalat 1% sehingga semua eritrosit dihemolisis. Sel trombosit dihitung dengan menggunakan kamar hitung standar dan mikroskop fase kontras. Sel-sel lekosit dan trombosit tampak bersinar dengan latar belakang gelap. Trombosit tampat bulat atau bulat telur dan berwarna biru muda/lila terang. Bila fokus dinaik-turunkan tampak perubahan yang bagus/kontras, mudah dibedakan dengan kotoran karena sifat refraktilnya. Kesalahan dengan metode ini sebesar 8 – 10%.

Metode fase kontras adalah pengitungan secara manual yang paling baik. Penyebab kesalahan yang utama pada cara ini, selain faktor teknis atau pengenceran yang tidak akurat, adalah pencampuran yang belum merata dan adanya perlekatan trombosit atau agregasi.


Modifikasi metode fase-kontras dengan plasma darah

Metodenya sama seperti fase-kontras tetapi sebagai pengganti pengenceran dipakai plasma. Darah dibiarkan pada suhu kamar sampai tampak beberapa mm plasma. Selanjutnya plasma diencerkan dengan larutan pengencer dan dihitung trombosit dengan kamar hitung seperti pada metode fase-kontras.


Metode tidak langsung 

Cara ini menggunakan sediaan apus darah yang diwarnai dengan pewarna Wright, Giemsa atau May Grunwald. Sel trombosit dihitung pada bagian sediaan dimana eritrosit tersebar secara merata dan tidak saling tumpang tindih.

Metode hitung trombosit tak langsung adalah metode Fonio yaitu jumlah trombosit dibandingkan dengan jumlah eritrosit, sedangkan jumlah eritrosit itulah yang sebenarnya dihitung. Cara ini sekarang tidak digunakan lagi karena tidak praktis, dimana selain menghitung jumlah trombosit, juga harus dilakukan hitung eritrosit.

Penghitungan trombosit secara tidak langsung yang menggunakan sediaan apus dilakukan dalam 10 lpmi x 2000 atau 20 lpmi x 1000 memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang baik untuk populasi trombosit normal dan tinggi (trombositosis). Korelasinya dengan metode otomatis dan bilik hitung cukup erat. Sedangkan untuk populasi trombosit rendah (trombositopenia) di bawah 100.000 per mmk, penghitungan trombosit dianjurkan dalam 10 lpmi x 2000 karena memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang baik. Korelasi dengan metode lain cukup erat.


Hitung Trombosit Otomatis

Penghitung sel otomatis mampu mengukur secara langsung hitung trombosit selain hitung lekosit dan hitung eritrosit. Sebagian besar alat menghitung trombosit dan eritrosit bersama-sama, namun keduanya dibedakan berdasarkan ukuran. Partikel yang lebih kecil dihitung sebagai trombosit dan partikel yang lebih besar dihitung sebagai eritrosit. Dengan alat ini, penghitungan dapat dilakukan terhadap lebih banyak trombosit. Teknik ini dapat mengalami kesalahan apabila jumlah lekosit lebih dari 100.000/mmk, apabila terjadi fragmentasi eritrosit yang berat, apabila cairan pengencer berisi partikel-partikel eksogen, apabila sampel sudah terlalu lama didiamkan sewaktu pemrosesan atau apabila trombosit saling melekat.


Masalah Klinis
PENURUNAN JUMLAH : ITP, myeloma multiple, kanker (tulang, saluran gastrointestinal, otak), leukemia (limfositik, mielositik, monositik), anemia aplastik, penyakit hati (sirosis, hepatitis aktif kronis), SLE, DIC, eklampsia, penyakit ginjal, demam rematik akut. Pengaruh obat: antibiotik (kloromisetin, streptomisin), sulfonamide, aspirin (salisilat), quinidin, quinine, asetazolamid (Diamox), amidopirin, diuretik tiazid, meprobamat (Equanil), fenilbutazon (Butazolidin), tolbutamid (Orinase), injeksi vaksin, agen kemoterapeutik.
PENINGKATAN JUMLAH : Polisitemia vera, trauma (fraktur, pembedahan), paskasplenektomi, karsinoma metastatic, embolisme pulmonary, dataran tinggi, tuberculosis, retikulositosis, latihan fisik berat. Pengaruh obat : epinefrin (adrenalin)

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
Kemoterapi dan sinar X dapat menurunkan hitung trombosit,
Pengaruh obat (lihat pengaruh obat),
Penggunaan darah kapiler menyebabkan hitung trombosit cenderung lebih rendah,
Pengambilan sampel darah yang lamban menyebabkan trombosit saling melekat (agregasi) sehingga jumlahnya menurun palsu,
Tidak segera mencampur darah dengan antikoagulan atau pencampuran yang kurang adekuat juga dapat menyebabkan agregasi trombosit, bahkan dapat terjadi bekuan,
Perbandingan volume darah dengan antikoagulan tidak sesuai dapat menyebabkan kesalahan pada hasil :
Jika volume terlalu sedikit (= EDTA terlalu berlebihan), sel-sel eritrosit mengalami krenasi, sedangkan trombosit membesar dan mengalami disintegrasi.
Jika volume terlalu banyak (=EDTA terlalu sedikit) dapat menyebabkan terbentuknya jendalan yang berakibat menurunnya jumlah trombosit.
Penundaan pemeriksaan lebih dari 1 jam menyebabkan perubahan jumlah trombosit

Bahan Bacaan :
Dacie, S.J.V. dan Lewis S.M., 1991, Practical Hematology, 7th ed., Longman Singapore Publishers Ptc. Ltd., Singapore.
Gandasoebrata, R., 1992, Penuntun Laboratorium Klinik, Dian Rakyat, Bandung.
Koepke, J.A., 1991, Practical Laboratory Hematology, 1st ed., Churchill Livingstone, New York.
Laboratorium Patologi Klinik FK-UGM, 1995, Tuntunan Praktikum Hematologi, Bagian Patologi Klinik FK-UGM, Yogyakarta.
Oesman, Farida & R. Setiabudy, 1992, Fisiologi Hemostasis dan Fibrinolisis, dalam : Setiabudy, R. (ed.), 1992, Hemostasis dan Trombosis, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Ratnaningsih, T. dan Setyawati, 2003, Perbandingan Antara hitung Trombosit Metode Langsung dan Tidak Langsung Pada Trombositopenia, Berkala Kesehatan Klinik, Vol. IX, No. 1, Juni 2003, RS Dr. Sardjito, Yogyakarta.
Ratnaningsih, T. dan Usi Sukorini, 2005, Pengaruh Konsentrasi Na2EDTA Terhadap Perubahan Parameter Hematologi, FK UGM, Yogyakarta.
Sacher, Ronald A. dan Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, 2004,Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta.
Widmann, Frances K., alih bahasa : S. Boedina Kresno dkk., 1992,Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi 9, cetakan ke-1, EGC, Jakarta, hlm. 117-132.
Kee, Joyce LeFever, 2007, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik, Edisi 6, EGC, Jakarta.
<

Waktu Perdarahan

Waktu perdarahan (bleeding time, BT) adalah uji laboratorium untuk menentukan lamanya tubuh menghentikan perdarahan akibat trauma yang dibuat secara laboratoris. Pemeriksaan ini mengukur hemostasis dan koagulasi. Masa perdarahan tergantung atas : ketepatgunaan cairan jaringan dalam memacu koagulasi, fungsi pembuluh darah kapiler dan trombosit. Pemeriksaan ini terutama mengenai trombosit, yaitu jumlah dan kemampuan untuk adhesi pada jaringan subendotel dan membentuk agregasi. Bila trombosit


Prinsip pemeriksaan ini adalah menghitung lamanya perdarahan sejak terjadi luka kecil pada permukaan kulit dan dilakukan dalam kondisi yang standard. Ada 2 teknik yang dapat digunakan, yaitu teknik Ivy dan Duke. Kepekaan teknik Ivy lebih baik dengan nilai normal 1-6 menit. Teknik Duke nilai normal 1-8 menit. Teknik Ivy menggunakan lengan bawah untuk insisi merupakan teknik yang paling terkenal. Aspirin dan antiinflamasi dapat memperlama waktu perdarahan.

Uji ini tidak boleh dilakukan jika penderita sedang mengkonsumsi antikoagulan atau aspirin; pengobatan harus ditangguhkan dulu selama 3 – 7 hari.


Prosedur
Metode Ivy
Pasang manset tensimeter pada lengan atas pasien kemudian atur tekanan pada 40 mmHg. Tekanan ini dipertahankan hingga pemeriksaan selesai.
Pilih lokasi penusukan pada satu tempat kira-kira 3 cm di bawah lipat siku. Bersihkan lokasi tersebut dengan kapas alkohol 70 %, tunggu hingga kering.
Tusuk kulit dengan lancet sedalam 3 mm. Hindari menusuk vena.
Hidupkan stopwatch saat darah mulai keluar kemudian isap darah yang keluar dengan kertas saring setiap 30 detik.
Matikan stopwatch pada saat darah berhenti mengalir.
Kurangi tekanan hingga 0 mmHg lalu lepas manset tensimeter.
Hitung masa perdarahan dengan menghitung jumlah noktah darah yang ada pada kertas saring. Jika telah lewat 10 menit perdarahan masih berlangsung, maka hentikan pemeriksaan ini.
Metode Duke
Bersihkan anak daun telinga dengan kapas alkohol 70 %, tunggu hingga kering.
Tusuk pinggir anak daun telinga dengan lancet sedalam 2 mm.
Hidupkan stopwatch saat darah mulai keluar kemudian isap darah yang keluar dengan kertas saring setiap 30 detik.
Matikan stopwatch pada saat darah berhenti mengalir.
Kurangi tekanan hingga 0 mmHg lalu lepas manset tensimeter.
Hitung masa perdarahan dengan menghitung jumlah noktah darah yang ada pada kertas saring.

Masalah Klinis 

HASIL MEMENDEK : Penyakit Hodgkin
HASIL MEMANJANG : idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP), abnormalitas trombosit, abnormalitas vascular, leukemia, penyakit hati serius, disseminated intravascular coagulation (DIC), anemia aplastik, defisiensi faktor koagulasi (V, VII, XI). Pengaruh obat : salisilat (aspirin), dekstran, mitramisin, warfarin (Coumadin), streptokinase (streptodornasi, agens fibrinolitik).


Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
Metode yang digunakan; teknik yang tidak tepat – bila terjadi luka pungsi yang mungkin lebih dalam daripada yang seharusnya. Bila tetesan darah ditekan paksa pada permukaan kertas dan tidak menunggu tetesan darah benar-benar terisap dengan sendirinya pada kertas penghisap, hal ini dapat merusak partikel fibrin sehingga memperlama perdarahan.
Obat aspirin dan antikoagulan dapat memperlama perdarahan.

Sel LE


Sel LE

Pada lupus eritematosus disseminata atau lupus eritematosus sistemik (SLE), terdapat autoantibodi (faktor LE) dalam fraksi gamma globulin yang berpengaruh terhadap lekosit yang telah rusak. Autoantibodi yang mengarah ke fenomena sel LE mengikat histon pada inti sel. Lekosit itu berubah menjadi massa yang homogen dan bulat yang kemudian difagosit oleh lekosit polymorfonuclear normal.

Sel LE ditemukan pertama kali pada tahun 1948 oleh hematologist klinis Amerika, Malcolm Hargraves dan Robert Morton bersama seorang teknisi laboratorium Helen Richmond. Mereka telah mengamati dua fenomena yang tidak biasa pada beberapa sediaan sumsum tulang, yang mereka sebut sebagai “sel tart” dan “sel LE”.

Pengujian ini terutama digunakan untuk mendiagnosis lupus eritematosus sistemik (SLE). Sekitar 50% sampai 75% dari pasien dengan lupus mempunyai tes positif. Namun, beberapa pasien dengan rheumatoid arthritis, skleroderma, dan drug-induced lupus erythematosus juga memiliki tes sel LE positif.

Prosedur

Pemeriksaan sel LE dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : cara Magath dan Winkle (modifikasi dari Zimmer dan Hargraves), cara Zinkham dan Conley, dan cara Mudrick.
Cara Magath dan Winkle (modifikasi dari Zimmer dan Hargraves)
Kumpulkan darah vena 8-10 ml dan biarkan darah itu membeku dalam tabung kering dan bersih. Biarkan 2 jam pada suhu kamar atau 30 menit dalam pengeram dengan suhu 37oC. Pisahkan bekuan dari serum lalu bekuan itu digerus dan disaring melalui saringan kawat tembaga. Hasil saringan dimasukkan dalam tabung Wintrobe dan dipusingkan dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Buang serum bagian atas, ambil lapisan sel paling atas (buffycoat) dengan pipet pastur lalu teteskan di atas obyek glass dan buat sediaan apus. Warnai sediaan dengan larutan pewarna Giemsa atau Wright dan cari sel-sel LE di bawah mikroskop.
Cara Zinkham dan Conley
Kumpulkan darah vena 8-10 ml, biarkan pada suhu kamar selama 90 menit. Kocok darah tersebut dengan alat rotator selama 30 menit. Masukkan darah tersebut ke dalam tabung Wintrobe dan pusingkan selam 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Buat sediaan apus seperti cara di atas.
Cara Mudrick
Ambil darah kapiler dan masukkan ke dalam tabung kapiler yang dilapisi heparin seperti yang dipakai untuk mikrohematokrit. Tutuplah salah satu ujung tabung tersebut dengan dempul dan pusingkan selama 1 menit dengan centrifuge mikrohematokrit. Masukkan kawat baja halus ke dalam tabung kapiler dan putar-putarlah kawat itu untuk mencampur buffycoat dengan plasma dan untuk merusak lekosit-lekosit. Inkubasi selama 30 menit pada suhu 37oC atau biarkan selama 2 jam pada suhu kamar. Pusingkan lagi seperti di atas. Kemudian patahkan tabung kapiler dekat lapisan buffycoat lalu sentuhkan ujung tabung yang dipatahkan itu ke permukaan kaca obyek dan buatlah sediaan apus. Warnai sediaan dengan Giemsa atau Wright dan periksa di bawah mikroskop untuk mencari sel-sel LE.
Sel LE tampak sebagai massa homogen yang difagosit oleh lekosit polymorphonuclear. Sel LE sering tampak seperti kue tart, sehingga juga disebut sel tart. Massa homogen yang dikelilingi oleh banyak se lekosit polymorphonuclear dikenal dengan nama sel rosette; sel ini dianggap sebagai sel LE yang belum sempurna atau sel pre-LE.

Pembentukan sel LE berlaku in vitro saja karena memerlukan adanya sel-sel lekosit yang rusak. Teknik membuat sediaan sangat berpengaruh terhadap hasil laboratorium.

Adanya sel LE merupakan bukti adanya autoantibodi atau faktor LE. Tidak menemukan sel LE bukan berarti tidak adanya penyakit SLE pada pasien yang bersangkutan. Tes sel LE kini jarang dilakukan karena tes yang lebih baik sekarang ada untuk membantu mendiagnosis lupus.


Nilai Rujukan

Hasil normal : negatif

Masa Protrombin Plasma



Protrombin disintesis oleh hati dan merupakan prekursor tidak aktif dalam proses pembekuan. Protrombin dikonversi menjadi thrombin oleh tromboplastin yang diperlukan untuk membentuk bekuan darah.
Uji masa protrombin (prothrombin time, PT) untuk menilai kemampuan faktor koagulasi jalur ekstrinsik dan jalur bersama, yaitu : faktor I (fibrinogen), faktor II (prothrombin), faktor V (proakselerin), faktor VII (prokonvertin), dan faktor X (faktor Stuart). Perubahan faktor V dan VII akan memperpanjang PT selama 2 detik atau 10% dari nilai normal. Pada penyakit hati PT memanjang karena sel hati tidak dapat mensintesis protrombin.

PT memanjang karena defisiensi faktor koagulasi ekstrinsik dan bersama jika kadarnya <30% style="font-style: italic;">

International Committee for Standardization in Hematology (ICSH) menganjurkan tromboplastin jaringan yang digunakan harus distandardisasi dengan tromboplastin rujukan dari WHO untuk mendapatkan International Sensitivity Index (ISI). International Normalized Ratio (INR) adalah satuan yang lazim digunakan untuk pemantauan pemakaian antikoagulan oral. INR didadapatkan dengan membagi nilai PT yang didapat dengan nilai PT normal kemudian dipangkatkan dengan ISI. INR merupakan rancangan untuk memperbaiki proses pemantauan terhadap terapi warfarin sehingga INR digunakan sebagai uji terstandardisasi internasional untuk PT. INR dirancang untuk pemberian terapi warfarin jangka panjang dan hanya boleh digunakan setelah respons klien stabil terhadap warfarin. Stabilisasi memerlukan waktu sedikitnya seminggu. Standar INR tidak boleh digunakan jika klien baru memulai terapi warfarin guna menghindari hasil yang salah pada uji.


Penetapan
Bahan pemeriksaan untuk uji PT adalah plasma sitrat yang diperoleh dari sampel darah vena dengan antikoagulan trisodium sitrat 3.2% (0.109M) dengan perbandingan 9:1. Darah sitrat harus diperiksa dalam waktu selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan. Sampel dipusingkan selama 10 menit dengan kecepatan 2.500 g. Plasma dipisahkan dan disimpan pada suhu 20 +5oC tahan 8 jam. Penyimpanan sampel plasma pada suhu 2-8oC menyebabkan teraktivasinya faktor VII (prokonvertin) oleh sistem kalikrein.

PT dapat diukur secara manual (visual), fotooptik atau elektromekanik. Teknik manual memiliki bias individu yang sangat besar sehingga tidak dianjurkan lagi. Tetapi pada keadaan dimana kadar fibrinogen sangat rendah dan tidak dapat dideteksi dengan alat otomatis, metode ini masih dapat digunakan. Metode otomatis dapat memeriksa sampel dalam jumlah besar dengan cepat dan teliti.

Prinsip pengukuran PT adalah menilai terbentuknya bekuan bila ke dalam plasma yang telah diinkubasi ditambahkan campuran tromboplastin jaringan dan ion kalsium. Reagen yang digunakan adalah kalsium tromboplastin, yaitu tromboplastin jaringan dalam larutan CaCl2. Beberapa jenis tromboplastin yang dapat dipergunakan misalnya :
Tromboplastin jaringan berasal dari emulsi ekstrak organ otak, paru atau otak dan paru dari kelinci dalam larutan CaCl2 dengan pengawet sodium azida (mis. Neoplastine CI plus)
Tromboplastin jaringan dari plasenta manusia dalam larutan CaCl2 dan pengawet (mis. Thromborel S).

Masalah Klinis 

HASIL MEMANJANG : Penyakit hati (sirosis hati, hepatitis, abses hati, kanker hati, jaundice), afibrinogenemia, defisiensi faktor koagulasi (II, V, VII, X), disseminated intravascular coagulation (DIC), fibrinolisis, hemorrhagic disease of the newborn (HDN), gangguan reabsorbsi usus. Pengaruh obat : treatmen vitamin K antagonis, antibiotic (penisilin, streptomisin, karbenisilin, kloramfenikol [Chloromycetin], kanamisin [Kantrex], neomisin, tetrasiklin), antikoagulan oral (warfarin, dikumarol), klorpromazin (Thorazine), klordiazepoksid (Librium), difenilhidantoin (Dilantin), heparin, metildopa (Aldomet), mitramisin, reserpin (Serpasil), fenilbutazon (Butazolidin), quinidin, salisilat (aspirin), sulfonamide.

HASIL MEMENDEK : tromboflebitis, infark miokardial, embolisme pulmonal. Pengaruh Obat : barbiturate, digitalis, diuretic, difenhidramin (Benadryl), kontrasepsi oral, rifampin, metaproterenol (Alupent, Metaprel).


Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
Sampel darah membeku,
Membiarkan sampel darah sitrat disimpan pada suhu kamar selama beberapa jam,
Diet tinggi lemak (pemendekan PT) dan penggunaan alkohol (pemanjangan PT) dapat menyebabkan perubahan endogen dari produksi PT.
<

Jumat, 08 Juni 2012

Laju Endap Darah (LED) / Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR)

Protap TES LED. 

Cara Westergren 

A. Pra analitik 

Persiapan Penderita : 
tidak memerlukan persiapan khusus 

Persiapan sampel: 
Darah vena dicampur dengan anti koagulan Natrium citrate 3,8 % dengan perbandingan 4:1 . Dapat juga dipakai darah EDTA yang diencerkan dengan NaCl 0,95 dengan perbandingan 4:1. 

Prinsip : 
Mengukur kecepatan sedimentasi sel eritrosit di dalam plasma. Satuannya mm / jam 

Alat dan bahan : 
a. Pipet Westergren 
b. Rak untuk pipet Westergren 
c. Natrium Citran 3,8 % 

B. Analitik 
Isi pipet westergren dengan darah yang telah diencerkan sampai garis tanda 0. pipet harus bersih dan kering. Letakan pipet pada rak dan perhatikan supaya posisi betul – betul tegak lurus pada suhu 18 – 250º C. 
Jauhkan dari cahaya matahari dan getaran. Setelah tepat 1 ( satu ) jam, baca hasilnya dalam mm/jam 

C. Pasca analitik 
Nilai rujukan Laki – Laki : 0 – 15 mm / jam 
Perempuan : 0 – 20 mm / jam 

Sumber Kesalahan : 
Kesalahan dalam persiapan penderita, pengambilan dan penyiapan bahan pemeriksaan. 
Dalam suhu kamar pemeriksaan harus dilakukan dalam 2 jam pertama, apabila darah EDTA disimpan pada suhu 4º C pemeriksaan dapat ditunda selama 6 jam. Perhatikan agar pengenceran dan pencampuran darah dengan larutan antikoagulan dikerjakan dengan baik. Mencuci pipa westergren dapat dilakukan dengan cara membersihkannya dengan air, kemudian alcohol dan terakhir acetone. Cara lain adalah dengan membersihkan dengan air dan biarkan kering satu malam dalam posisi vertical. Tidak dianjurkan memakai larutan bichromat atau deterjen. Nilai normal pada umumnya berlaku untuk 18 – 25º C. Pada pemeriksaan pipet harus diletakan benar – benar posisi vertical. 

(artikel dari beberapa sumber). 



DISPETTE 2 MODIFIED WESTERGREN METHOD 

PRINCIPLE 

Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR or Sed Rate) is a nonspecific screening test used to help diagnose conditions associated with acute and chronic inflammation, including infections, cancers, and autoimmune diseases. It is said to be nonspecific because increases do not tell the medical provider exactly where the inflammation is in the body or what is causing it, and also because it can be affected by other conditions besides inflammation. For this reason, ESR is typically used in conjunction with other tests. 

Anticoagulated blood is drawn up into a tube of standardized dimensions and left in a vertical position for exactly one hour. After that period the point at which the red cells have separated and settled from the plasma is recorded by reading from the scale on the side of the tube. 

The phenomenon of red cell sedimentation is only partly understood. Three definite phases have been identified in the sedimentation process. During the first, or Lag Phase (10 minutes), the red cells form a characteristic rouleaux pattern and sedimentation is generally slow. The rate accelerates in the second period, the Decantation Phase or precipitation phase. In the final or packing phase, the red cell aggregates pile up on the bottom of the tube or container; sedimentation slows down as a result of mutual interference of the closely packed aggregates. 

The size of the rouleaux aggregates formed in the Lag Phase is the critical factor affecting the final result of the ESR. The rouleaux itself appears to e influenced mainly by certain plasma proteins including fibrinogen, IgM and alpha1-macroglobulin. Thoughts vary as to the accelerating and retarding properties of glycoproteins and albumin. 


SPECIMEN REQUIREMENTS 

1. Patient Preparation–N/A 

2. Type–EDTA anticoagulated blood (1 to 2 mg EDTA/1ml blood). 

3. Handling Conditions–The test should be set up within two hours after the blood sample is obtained (or 12 hours if the blood is kept at 4oC). Refrigerated blood must always first be brought to room temperature for testing. If room temperature EDTA blood is being used the blood should be placed on the blood rocker for 10-15 minutes to allow adequate mixing of the blood cells. 


MATERIALS AND EQUIPMENT 

1. Equipment 
Dispette tube holder w/leveling bubble 
Timer 

2. Materials 
Dispette 2 reservoir pre-filled with bacteriostatic saline. 

NOTE: Whole blood must be diluted as undiluted blood collected in EDTA gives inaccurate and poorly reproducible results – 2 ml whole blood diluted with 0.2 ml saline. 

Dispette autozero tube with constant 2.55 ml internal diameter (complies with NCLLS guidelines.) 
Plastic disposable pipette 

3. Preparation–N/A 

4. Performance Parameters–NA 

5. Storage Requirements–Store reservoirs at room temperature. 

CALIBRATION–N/A 

QUALITY CONTROL 

1. Test is performed in duplicate and results must agree within 10%. If not, repeat test. 

2. Rack is kept in level position on counter free from vibrations. 

3. Care is taken to avoid sources of error. 

PROCEDURE 

STANDARD PRECAUTION: Patient specimens and all materials coming into contact with them should be handled as if capable of transmitting infections and disposed of with proper precautions. Gloves should be worn when handling all specimens. 

1. Anticoagulated specimens must be checked with two applicator sticks to ensure no clots are present. If clots are present the specimen is unsatisfactory. Blood should be mixed well and at room temperature. 

2. Hold clear filling reservoir by flared section and shake downwards with a flick of the wrist to force saline to the bottom of the reservoir. Keep upright and remove cap. 

3. Add 1 mL well mixed EDTA treated whole blood to the filling line level, either from a transfer pipette or directly from the blood tube. Ensure that the blood mixture reaches the filling line. 

4. Replace cap securely. 

5. Gently mix, mechanically or manually, by inversion. A minimum of 8 inversions is recommended. 

6. Ensure that all the blood returns to the bottom section of the reservoir. 

7. While holding filing reservoir firmly with one hand, and the Dispette tube with the other hand positioned at the 180 mm mark, penetrate the cap membrane and stop. 

8. Gently continue inserting the Dispette tube to the bottom of the reservoir. Ensure that the blood level, on rising up the Dispette tube, reaches to or beyond the grommet at the zero level. When the Dispette is fully inserted, any extra blood will be accommodated by the plugged overflow-chamber. 

9. Place the full Dispette assembly in a leveled plastic or metal stand. Ensure that the Dispette tube is at 90o degrees + one degree to the horizontal. Readings are recorded in millimeters at exactly one hour after setting upright. 

10. Pipette 1 ml. blood into the pre-filled reservoir up to the fill line. 

11. At the end of one hour, read the sedimentation rate directly from the tube in mm. Record results and discard the Dispette appropriately. 




CALCULATION 

Result is read directly from the tube. The distance from the bottom of the surface meniscus to the top of the column of red cells is recorded in millimeters per hour (mm/hr). If demarcation is hazy, level is taken where full density is first apparent. 

REPORTING RESULTS 
Normal Values 

Males 0–9 mm/hr 
Females 0–20 mm/hr 

Results are handwritten on laboratory requisition form. Unusual or abnormal results should be brought to the attention of the medical provider. 

PROCEDURE NOTES 

Sources of error 

1. Failure to mix blood properly, or clots in tube. Hemolysis may also modify sedimentation. 

2. Failure to perform test within two hours after blood is collected - twelve hours if kept at 40o C. 

3. Rack not on level surface. Sedimentation is accelerated if tube is not vertical. An angle of even 3o from vertical may accelerate the ESR by as much as 30 %. The test should be performed away from drafts or vibrations. 

4. Temperature variation. The rate is consistent at 20o C and little variation from 22 to 27o C (65-72oF). Otherwise, tube should be in constant temperature water bath. Refrigerated blood should be allowed to reach room temperature before test is set up. 

5. Vibration can seriously affect the ESR. Ensure that the bench top is not in contact with machinery (especially centrifuges), or subject to knocks. 

6. Do not pick up the stand to read results as this will affect other tests in progress. Bring the eye to the level of the top of the red cells to read accurately from the scale. 

7. Ensure you read the result at exactly 1 hour from when you set up the tube in the rack: remember the cells will go on settling after the first hour and results read at 75 minutes will usually be higher than those read at 60 minutes. Use a laboratory timer or alarm to remind yourself to read the results at the correct time 


LIMITATIONS 

Anemia is responsible for an accelerated ESR as the change in erythrocytes-plasma ratio favors rouleaux formation and therefore more rapid settling. Davidsohn and Henry state that the present tendency is to recognize that the value of the ESR is extremely limited in the presence if anemia and that a correction for the anemia is of questionable value. 


CLINICAL SIGNIFICANCE 

1. In general, the ESR is increased in all acute, general infections; in localized, acute, inflammatory conditions, variations in the ESR depend on the nature and severity of the process.

2. On occasion, the ESR may be increased where clinical and laboratory evaluation yield negative results. This should nonetheless be regarded as a sign of disease until such time as the medical provider is fully satisfied that the patient is perfectly well. 

3. The ESR may be useful to differentiate organic disease from functional disorders, or as a guide to the progress of diseases such as rheumatic carditis, rheumatoid arthritis, and certain malignancies, including Hodgkin’s disease. 



REFERENCE 

1. Ulster Scientific Dispette 2 Modified Westergren ESR product insert. 

2. Davidsohn, 1, Henry JB (Eds): Todd-Sanford Clinical Diagnosis by Laboratory Methods. ed. 15, Philadelphia, W.B. Saunders Co. pp. 134-135. 

3. Hardison, C. The Sedimentation Rate. JAMA 1968: 204, 165. 

4. National Committee for Clinical laboratory Standards. Methods for the Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) Test – Third Edition; Approved Standard, NCCLS document H2-A3. Villanova, Pennsylvania, NCCLS, 1993. 

5. Pincherie & Shanks. Value of the ESR as a Screening Test. Br. J. Prev. Soc. Med. 1967: 21, 133-138. 

6. International Congress for Standardization in Hematology (I.C.S.H.) Recommendations for Measurement of Erythrocyte Sedimentation rate. J Clin Path 1993: 46, 198 – 203. 

7. Manley, R. The Effect of Room Temperature on ESR and its Correction. J Clin Path 1957: 10, 354.