260 TAHUN lalu Wolfgang von Goethe sang pujangga besar Jerman. Ia sangat kagum pada Rasulullah Salallahu Alayhi Wasalam dan Islam yang indah dan dinamis.
Johann Wolfgang von Goethe (1749-1832) adalah pujangga Jerman, serba bisa dalam berbagai bidang, penemuan dan profesi: hukum, arsitektur, teater, arkeologi, morfologi, teori warna, menteri, mineralogi, geologi, kimia, meteorologi, filsafat, agama, sejarah, matematika, ilmu kemiliteran dan ekonomi, serta sastra. Namun, bagi warga Indonesia yang mayoritasnya Islam, hal yang menarik dari Goethe adalah mengenai pemikirannya tentang Islam dan uang. Goethe menyatakan bahwa penggantian uang emas dengan uang kertas adalah hasil rekayasa setan.
Goethe dan IslamPada usia 24 tahun (1773), Goethe mengungkapkan kekagumannya kepada Nabi Muhammad saw dan memuji ajaran Islam yang indah dan dinamis. Kekaguman tersebut ia tuangkan dalam syairnya Mahomet Gesang. Salah satu baitnya berbunyi: “Juga kalian, mari/ Dan kini lebih ajaib dia membesar-meluas/Seluruh ras menyanjung pangeran ini.”
Dalam suratnya kepada anak tunggalnya August, 17 Januari 1814, Goethe mengatakan “Beberapa agama telah mengecoh kita sampai kemudian datang al-Quran ke perpustakaan kita”. Pada Februari 1816, ia juga menulis, “Puisi ini tidak menolak kebenaran bahwa diri ini adalah seorang Muslim”. Tentang Nabi Muhammad saw, ia juga menulis “Dia seorang Rasul dan bukan penyair, dan oleh karenanya Al-Quran ini hukum Tuhan. Bukan buku karya manusia yang dibuat sekadar bahan pendidikan atau hiburan”.
Keyakinan Goethe terhadap kebenaran ajaran Islam, ia tuangkan dalam kumpulan syairnya West-ostliche Divan. Judul tersebut juga ditulis dalam huruf dan bahasa Arab Al-Diwan Al-Syarqiyyu li Al-Muallifi Al-Gharbiyyi. Sajak pertamanya dalam buku ini ia beri judul Hegire yang berasal dari kata Hijrah. Menurut Katharina Mommsen, syair ini Goethe tulis pada 24 Desember 1814, pada malam Natal, saat pemeluk agama Kristen sedang merayakan kelahiran Nabi Isa as.
Di dalam bait-bait syair tersebut, ia mengatakan: “Utara, Barat dan Selatan Porakporanda/Mahkota-mahkota hancur terpencar, Kerajaan bergetar/Apakah suara terompet itu memebahanakan hari pengadilan Akhir?/Dengarlah suara Perintah pada penyair: Selamatkan dirimu, dan pergilah ke Timur serta dalam kemurnian Timur nikmatilah perlindungan Yang Mulia.”
Goethe juga mengatakan “dan kebenaran itu pasti bersinar/Apa yang diakui oleh Muhammad/Hanya dengan pengertian satu Tuhan/Dia menguasai segalanya di dunia ini”. Kekagumannya terhadap al-Quran, ia ungkapkan dengan kata-kata, “Apakah Al-Quran itu abadi?/Saya tidak meragukannya/Inilah buku dari buku-buku/Saya meyakini kitab suci Muslim itu”. Sedangkan keyakinannya tentang kebenaran ajaran Islam, ia berkata “Sungguh bodoh, dalam setiap hal/ orang memuji pendapatnya sendiri/Apabila Islam berarti berserah diri kepada Tuhan/dalam Islamlah kita hidup dan mati”.
Pemikiran Goethe tentang Uang
Goethe hidup dalam masa transisi pemberlakuan uang kertas yang menggantikan uang emas dan uang perak. Karena itu, ia membuat 46 buku yang dilatarbelakangi sikap skeptisnya terhadap pemberlakuan uang kertas tersebut. Hal ini sebagaimana ia tuangkan dalam buku Faust II. Dalam buku tersebut dikisahkan seorang ilmuwan kimia bernama Faust yang berusaha membuat emas dari logam biasa demi meraih pengetahuan tertinggi dan memuaskan kesenangan manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut ia membuat perjanjian dengan iblis, Mephistopheles. Keduanya kemudian bertemu seorang Kaisar yang kehabisan dana untuk menggaji tentara dan pelayan. Mephistopheles menawarinya jalan keluar dengan mencetak kertas bertandatangan Kaisar dan diedarkan kepada masyarakat.
Goethe telah melihat ekonomi uang modern yang didasarkan pada uang kertas merupakan kelanjutan cara-cara kimiawi dengan cara lain. Meskipun menulis dalam dekade awal abad ke-19, ia sudah meramalkan banyak pencapaian industrial pada abad berikutnya. Jauh sebelum Amerika Serikat (AS) diperhitungkan dalam pentas sejarah dunia, ia juga sudah memperkirakan bahwa AS akan membangun terusan untuk menghubungkan Samudera Atlantik dan Pasipik tersebut. Dengan demikian, Goethe sudah melihat sebelum waktunya capaian besar dunia industri yang akan didanai dengan sistem moneter uang kertas.
Pernyataan Goethe bahwa uang kertas adalah ciptaan setan memiliki korelasi dengan pemikiran Imam al-Ghazali yang menyatakan bahwa hikmah penciptaan Dinar dan Dirham tidak akan ditemukan di dalam hati yang berisi sampah hawa nafsu dan tempat permainan setan. Dengan demikian, Islam yang dipahami oleh Imam Ghazali dan Goethe membuahkan pemahaman yang sama, yaitu Dinar dan Dirham sebagai mata uang yang diciptakan oleh Allah, sedangkan uang kertas ciptaan setan.
Pemahaman ini juga diperjelas oleh Jack Weatherford yang menyatakan bahwa Al-Quran melarang riba lebih jelas daripada Injil, karena secara spesifik Al-Quran melarang penjualan “sesuatu yang sudah ada (nyata) dengan sesuatu yang tidak ada (gaib)”. Pertukaran yang nyata dengan yang gaib ini seperti pertukaran uang kertas (yang semula sebagai kuitansi tentang sejumlah uang emas atau uang perak) dengan ayam, kambing, hutan, dan sebagainya.
Johann Wolfgang von Goethe (1749-1832) adalah pujangga Jerman, serba bisa dalam berbagai bidang, penemuan dan profesi: hukum, arsitektur, teater, arkeologi, morfologi, teori warna, menteri, mineralogi, geologi, kimia, meteorologi, filsafat, agama, sejarah, matematika, ilmu kemiliteran dan ekonomi, serta sastra. Namun, bagi warga Indonesia yang mayoritasnya Islam, hal yang menarik dari Goethe adalah mengenai pemikirannya tentang Islam dan uang. Goethe menyatakan bahwa penggantian uang emas dengan uang kertas adalah hasil rekayasa setan.
Goethe dan IslamPada usia 24 tahun (1773), Goethe mengungkapkan kekagumannya kepada Nabi Muhammad saw dan memuji ajaran Islam yang indah dan dinamis. Kekaguman tersebut ia tuangkan dalam syairnya Mahomet Gesang. Salah satu baitnya berbunyi: “Juga kalian, mari/ Dan kini lebih ajaib dia membesar-meluas/Seluruh ras menyanjung pangeran ini.”
Dalam suratnya kepada anak tunggalnya August, 17 Januari 1814, Goethe mengatakan “Beberapa agama telah mengecoh kita sampai kemudian datang al-Quran ke perpustakaan kita”. Pada Februari 1816, ia juga menulis, “Puisi ini tidak menolak kebenaran bahwa diri ini adalah seorang Muslim”. Tentang Nabi Muhammad saw, ia juga menulis “Dia seorang Rasul dan bukan penyair, dan oleh karenanya Al-Quran ini hukum Tuhan. Bukan buku karya manusia yang dibuat sekadar bahan pendidikan atau hiburan”.
Keyakinan Goethe terhadap kebenaran ajaran Islam, ia tuangkan dalam kumpulan syairnya West-ostliche Divan. Judul tersebut juga ditulis dalam huruf dan bahasa Arab Al-Diwan Al-Syarqiyyu li Al-Muallifi Al-Gharbiyyi. Sajak pertamanya dalam buku ini ia beri judul Hegire yang berasal dari kata Hijrah. Menurut Katharina Mommsen, syair ini Goethe tulis pada 24 Desember 1814, pada malam Natal, saat pemeluk agama Kristen sedang merayakan kelahiran Nabi Isa as.
Di dalam bait-bait syair tersebut, ia mengatakan: “Utara, Barat dan Selatan Porakporanda/Mahkota-mahkota hancur terpencar, Kerajaan bergetar/Apakah suara terompet itu memebahanakan hari pengadilan Akhir?/Dengarlah suara Perintah pada penyair: Selamatkan dirimu, dan pergilah ke Timur serta dalam kemurnian Timur nikmatilah perlindungan Yang Mulia.”
Goethe juga mengatakan “dan kebenaran itu pasti bersinar/Apa yang diakui oleh Muhammad/Hanya dengan pengertian satu Tuhan/Dia menguasai segalanya di dunia ini”. Kekagumannya terhadap al-Quran, ia ungkapkan dengan kata-kata, “Apakah Al-Quran itu abadi?/Saya tidak meragukannya/Inilah buku dari buku-buku/Saya meyakini kitab suci Muslim itu”. Sedangkan keyakinannya tentang kebenaran ajaran Islam, ia berkata “Sungguh bodoh, dalam setiap hal/ orang memuji pendapatnya sendiri/Apabila Islam berarti berserah diri kepada Tuhan/dalam Islamlah kita hidup dan mati”.
Pemikiran Goethe tentang Uang
Goethe hidup dalam masa transisi pemberlakuan uang kertas yang menggantikan uang emas dan uang perak. Karena itu, ia membuat 46 buku yang dilatarbelakangi sikap skeptisnya terhadap pemberlakuan uang kertas tersebut. Hal ini sebagaimana ia tuangkan dalam buku Faust II. Dalam buku tersebut dikisahkan seorang ilmuwan kimia bernama Faust yang berusaha membuat emas dari logam biasa demi meraih pengetahuan tertinggi dan memuaskan kesenangan manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut ia membuat perjanjian dengan iblis, Mephistopheles. Keduanya kemudian bertemu seorang Kaisar yang kehabisan dana untuk menggaji tentara dan pelayan. Mephistopheles menawarinya jalan keluar dengan mencetak kertas bertandatangan Kaisar dan diedarkan kepada masyarakat.
Goethe telah melihat ekonomi uang modern yang didasarkan pada uang kertas merupakan kelanjutan cara-cara kimiawi dengan cara lain. Meskipun menulis dalam dekade awal abad ke-19, ia sudah meramalkan banyak pencapaian industrial pada abad berikutnya. Jauh sebelum Amerika Serikat (AS) diperhitungkan dalam pentas sejarah dunia, ia juga sudah memperkirakan bahwa AS akan membangun terusan untuk menghubungkan Samudera Atlantik dan Pasipik tersebut. Dengan demikian, Goethe sudah melihat sebelum waktunya capaian besar dunia industri yang akan didanai dengan sistem moneter uang kertas.
Pernyataan Goethe bahwa uang kertas adalah ciptaan setan memiliki korelasi dengan pemikiran Imam al-Ghazali yang menyatakan bahwa hikmah penciptaan Dinar dan Dirham tidak akan ditemukan di dalam hati yang berisi sampah hawa nafsu dan tempat permainan setan. Dengan demikian, Islam yang dipahami oleh Imam Ghazali dan Goethe membuahkan pemahaman yang sama, yaitu Dinar dan Dirham sebagai mata uang yang diciptakan oleh Allah, sedangkan uang kertas ciptaan setan.
Pemahaman ini juga diperjelas oleh Jack Weatherford yang menyatakan bahwa Al-Quran melarang riba lebih jelas daripada Injil, karena secara spesifik Al-Quran melarang penjualan “sesuatu yang sudah ada (nyata) dengan sesuatu yang tidak ada (gaib)”. Pertukaran yang nyata dengan yang gaib ini seperti pertukaran uang kertas (yang semula sebagai kuitansi tentang sejumlah uang emas atau uang perak) dengan ayam, kambing, hutan, dan sebagainya.
0 komentar:
Posting Komentar